mengembangkan usaha produk koperasi
       
Inovasi Produk dan Strategi Bisnis Usaha Koperasi
Inovasi produk merupakan suatu proses 
yang berusaha memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada. 
Permasalahan yang sering terjadi di dalam bisnis adalah produk yang 
bagus tetapi mahal atau produk yang murah tetapi tidak berkualitas.
Sebagai pelaku usaha, kita harus peka 
terhadap keinginan client kita yang kadang sulit kita terima. Keinginan 
yang paling umum adalah client menginginkan produk yang bagus dengan 
harga yang murah.
Untuk menciptakan produk yang berkualitas
 dengan harga yang terjangkau kita harus jeli melihat berbagai peluang 
untuk mewujudkannya. Peluang-peluang yang mungkin terjadi adalah
- Mencoba mengurangi biaya produksi Ini bisa dilakukan misalnya menambah kuantitas pembelian bahan baku untuk mendapatkan potongan harga. Hal lain adalah melakukan outsourcing ke perusahaan lain untuk mencegah biaya sdm yang lebih tinggi. Atau kita juga bisa mencari celah-celah yang bisa mengoptimalkan proses produksi
- Memberikan layanan lain yang bisa memberikan subsidi harga. 
 Contoh yang terkenal adalah produsen kamera. Harga kamera akan terus turun tetapi harga lensa tetap mahal.Pada lini ini mungkin untung penjualan kamera sedikit, tetapi untung dari penjualan lensa cukup tinggi sehingga bisa menopang penjualan kamera.
PT Proweb Indonesia juga berusaha 
melakukan inovasi-inivasi untuk memenuhi kebutuhan client-clientnya. 
Inovasi-inovasi yang telah dihasilkan antara lain membuat produk-produk 
website berkuakitas dengan harga yang bisa dijangkau semua perusahaan di
 indonesia, mengembangkan infrastruktur untuk meningkatkan kepuasan 
pelanggan dan tetap terus melakukan riset untuk hari depan yang lebih 
baik
Strategi Pengembangan Koperasi
Tidaklah terlalu mengherankan bila 
meskipun berbagai permasalahan yang sejak beberapa tahun lalu telah 
dirasakan menjadi gangguan bagi ekonomi rakyat, namun sampai saat inipun
 masalah tersebut belum teratasi. Hal tersebut dikarenakan antara lain 
masih terbatasnya kemampuan koperasi untuk mengakses pada sumber modal, 
teknologi, pasar, informasi bisnis, rendahnya kuwalitas, kelembagaan, 
manajemen dan organisasi KUMKM. Sementara itu tantangan lain yang tidak 
kalah pentingnya yang juga menghadang ekonomi rakyat adalah kemampuan 
dan kesanggupannya untuk berpotensi secara lebih produktif dan lebih 
efisien sebagai wujud pelaku ekonomi yang berkeunggulan kompetitif dalam
 menghadapi era globalisasi. Ancaman besar yang juga tengah dihadapi 
oleh ekonomi rakyat adalah persaingan yang semakin tajam, tidak saja 
atas produk barang dan jasa dari para pelaku ekonomi di dalam negeri 
sendiri, tetapi juga masuknya produk-produk luar negeri yang sebenarnya 
sudah dapat diproduksi oleh ekonomi rakyat di tanah air yang tergelar 
bebas di pasar domestik, serta derasnya jaringan institusi bisnis 
internasional menerobos masuk ke tengah tengah masyarakat, termasuk 
keberadaan pasarpasar modern yang merupakan hyper market. Sementara itu 
hambatan besar yang dihadapi ekonomi rakyat untuk tetap dapat bertahan, 
maju dan berkembang adalah tingkat kepedulian, keberpihakan, komitmen 
dari para pemimpin bangsa, para pengemban kekuasaan, para pihak terkait,
 para pemangku kepentingan yang tercermin tidak konsisten dan istiqomah.
 Melihat kondisi perkoperasian di tanah air dewasa ini, sebagaimana 
diungkap dan disebutkan dengan jelas dalam dokumen RPJM Nasional tahun 
2004-2009, bahwa “ …Banyak koperasi yang terbentuk tanpa didasari adanya
 kebutuhan/kepentingan ekonomi bersama dan prinsip kesukarelaan dari 
para anggota sehingga kehilangan jati dirinya sebagai koperasi yang 
otonom dan swadaya dan mandiri Koperasi masih dijadikan oleh segelintir 
orang/kelompok, baik di luar maupun di dalam gerakan koperasi itu 
sendiri, untuk mewujudkan kepentingan pribadi atau golongannya, yang 
tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan kepentingan anggota 
koperasi yang bersangkutan dan nilai-nilai luhur dan prinsip-prinsip 
koperasi”, maka langkah pemurnian hendaknya dapat dilakukan dengan 
segera oleh semua pihak yang terkait dan para pemangku kepentingan, 
terutama kalangan gerakan koperasi sendiri secara serentak dan simultan.
 Bahkan bila perlu langkah tersebut dinyatakan sebagai gerakan nasional.
Nampaknya semua jurus reformasi tersebut 
di atas, baik yang berupa langkah restorasi, rekonstruksi, konsolidasi, 
revitalisasi maupun regenuinisasi atau langkah pemurnian, harus 
dilakukan secara menyeluruh kepada semua koperasi dengan tetap 
memperhatikan dan melakukan penyesuaian dengan kondisi yang berkembang 
pada masa kini dan mendatang. Dalam kaitan ini, maka urgensi melahirkan,
 menumbuh kembangkan dan memerankan kembali kader-kader koperasi, 
menjadi sangat relevan dan urgen untuk digarap kembali secara lebih 
sistemik dan komperehensif. Pengefektifan mata pelajaran atau mata 
kuliah koperasi di lembaga-lembaga pendidikan, keberadaan 
lembaga-lembaga semacam Sekolah Koperasi Menengah Atas (Skopma), Akademi
 Koperasi (Akop), Institut Manajemen Koperasi (Ikopin), serta intensitas
 dan ekstensitas diklat dan penyuluhan koperasi, kiranya akan dapat 
memberi kontribusi yang cukup signifikan bagi upaya tersebut. Menurut 
Mutis (1999) untuk memberdayakan wirausaha dengan skala usaha kecil, 
menengah, dan koperasi ataupun kalangan usaha di sektor informal adalah 
salah satu bentuk menerjemahkan visi kerakyatan dalam fraxis bisnis 
kekinian. Sejalan dengan pemikiran Mutis di atas dapat dikemukakan bahwa
 sebelum mendirikan atau mengembangkan agroindustri di suatu daerah, 
pemilihan jenis agroindustri merupakan keputusan yang paling menentukan 
keberhasilan dan berkelanjutan agroindustri yang akan dibangun atau 
dikembangkan. Menurut UU Nomor 25 tahun 1992 Tentang Perkoperasian, 
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan 
badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip 
koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar pada 
atas asas kekeluargaan. Perlu dikemukakan bahwa lembaga koperasi dalam 
konteks ini bukan semata mata amanat Pasal 33 UUD 1945 normatif, 
melainkan yang Iebih hakiki adalah bahwa koperasi dalam berbagai hal 
mempunyai keunggulan dibandingkan lembaga ekonomi lainnya, terutama pada
 agrobisnis agroindustri dan pembangunan ekonomi pedesaan (position). 
Demikian juga lembaga koperasi bukan satu satunya pilihan dalam 
mengembangkan agroindustri di Indonesia, melainkan suatu kelebihan yang 
cukup penting dan sangat besar artinya dalam mengembangkan kelembagaan 
koperasi, karena petani yang juga anggota koperasi selain sebagai 
anggota juga sebagai pemilik (owners) dan sekaligus sebagai pemakai 
(users). Dari berbagai uraian di atas dapat dikemukakan bahwa dampak 
antara dari kedua kondisi tersebut adalah iklim usaha koperasi yang 
tidak mudah untuk dapat dieliminir oleh kalangan UMKM sendiri. Akibatnya
 usaha koperasi tidak pernah mencapai titik marginal produktivity. 
Dengan perkataan produktifitas koperasi selalu berada dibawah nilai 
harapan produktifitas yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Tidak
 kondusifnya iklim usaha koperasi yang mempengaruhi produktifitas 
koperasi dapat dilihat dari berbagai aspek kegiatan usaha UMKM sebagai 
berikut :
1) Rendahnya kualitas SDM
Disamping kajian dari aspek pendapatan 
juga perlu diperhatikan kondisi SDM usaha mikro dan usaha kecil dari 
aspek pengalaman, pengetahuan dan pendidikan mereka. Hasil pengamatan 
Suhartoyo di Kabupaten Tasikmalaya (IPB 2004), seperti memperlihatkan 
bahwa rata-rata pengalaman pengelola koperasi dibidang usaha yang 
ditekuninya relatif cukup baik, tetapi dari aspek pendidikan dan 
pengetahuan tentang inovasi dibidang produksi dan pengembangan teknologi
 serta, dibidang manajemen usaha dan pemasaran relatif rendah.
2) Kesulitan untuk mengembangkan permodalan
Rata-rata pemilikan modal koperasi dari 
tahun ke tahun pada indeks harga tetap relatif rendah yaitu 114.231.647.
 Demikian juga pertumbuhan modal mereka tidak banyak berubah, kalaupun 
ada kecenderungan sedikit meningkat hal tersebut lebih disebabkan oleh 
adanya inflasi. Kondisi yang demikian nampaknya sangat wajar karena 
pendapatan yang diperoleh koperasi belum mencukupi untuk memenuhi 
kebutuhan hidup keluarga mereka. Kecil sekali peluang bagi kelompok ini 
untuk menabung yang dapat digunakan untuk menambah modal atau 
meningkatkan investasinya.
3) Rendahnya kualitas teknologi
Hasil kajian Kementerian Negara Koperasi 
dan UKM tahun 2005 terhadap 27 koperasi contoh di 4 propinsi contoh 
menginformasikan bahwa nilai bobot rata-rata teknologi produksi yang 
digunakan oleh koperasi baru mencapai nilai 1,67 atau tergolong dalam 
kelompok pengguna teknologi tradisional. Lebih lanjut dikatakan 
pengembangan teknologi produksi dari produk-produk yang dihasilkan 
koperasi belum dapat meningkatkan produkfitas dan memperbaiki kualitas 
produk.
4) Kelemahan akses terhadap Pasar
Kesulitan koperasi dalam membangun akses 
pasar lebih disebabkan oleh adanya beberapa faktor yang belum dapat 
dieliminasi terutama yang berkaitan dengan informasi. Tetapi kendala 
tersebut bukanlah harga mati, karena banyak variabel-variabel pemasaran 
produk koperasi yang dapat diandalkan seperti rendahnya harga jual 
produk koperasi yang menjadi daya tarik bagi sebagian kalangan di pasar 
internasional. Rendahnya eksistensi koperasi dalam penguasaan pasar 
memang lebih terlihat sebagai dampak dari kondisi pasar yang tidak 
kondusif. Namun sesungguhnya kondisi pasar yang demikian merupakan 
indikator dari adanya masalah pokok yang tidak terlihat secara nyata, 
yaitu sistem pemasaran yang dikuasai oleh komponen sistem yang lebih 
kuat, sehingga koperasi selalu hanya berperan sebagai Price Taker 
(penerima harga).
Dengan mengembangkan kemampuan menangkap 
informasi, maka diharapkan dominansi komponen lainnya (para pedagang 
besar dan eksportir) yang memiliki bargaining lebih kuat, yang selama 
ini berperan sebagai price maker (pembuat harga) akan dapat dipatahkan. 
Besarnya minat pasar internasional terhadap produk-produk koperasi di 
Indonesia menurut Wachidin (2001), terlihat di beberapa negara terutama 
di daerah Afrika dan di negara-negara Arab. Sebagian konsumen yang 
mengkosumsi produk-produk koperasi dari Indonesia ternyata tidak 
mengetahui bahwa barang yang mereka beli adalah produk dari koperasi di 
Indonesia. Untuk mengatasi masalah tersebut, satu-satunya jalan yang 
dapat ditempuh adalah mengenalkan produk-produk koperasi tersebut dengan
 lebih mengembangkan jaringan pasar dan atau mengintensifkan kegiatan 
promosi. Kedua kegiatan tersebut belum sepenuhnya dapat dilakukan oleh 
koperasi karena keterbatasan yang ada dikalangan mereka antara lain, a) 
sebagian besar usaha mikro dan usaha kecil belum memiliki izin usaha, b)
 rendahnya pengetahuan tentang informasi pasar dan terbatasnya dana 
untuk melakukan kegiatan-kegiatan diluar kegiatan produksi. Hal ini 
tentu saja menjadi dasar pemikiran tentang perlunya peranan pemerintah 
untuk terlibat langsung dalam mengembangkan sistem pemasaran bagi 
koperasi. Tetapi pemikiran tersebut juga terbentur pada berbagai masalah
 struktural yang bermuara pada komitmen banyak pihak tentang perlunya 
memberdayakan koperasi dalam rangka membangun perekonomian nasional yang
 bercorak kerakyatan.
Organisasi koperasi dibentuk atas dasar 
kepentingan dan kesepakatan anggota pendirinya dan mempunyai tujuan 
utama untuk lebih mensejahterakan anggotanya. Sistem kontribusi insentif
 sangat relevan dalam suatu organisasi koperasi. Sistem tersebut dapat 
menjamin eksistensi koperasi dan sekaligus merangsang anggota untuk 
lebih berpartisipasi secara aktif. Dalam pembicaraan mengenai organisasi
 di masyarakat, khususnya di daerah perdesaan, kiranya lebih dulu perlu 
dipahami bahwa basis terendah dalam kehidupan pedesaan adalah “desa”, 
atau kampung, dusun dusun kecil yang penduduknya hidup berkelompok 
dengan keterikatan/ketergantungan antar individu yang sangat erat. 
Komunitas penduduk berlangsung dalam rangka membangun kehidupan yang 
pada awalnya bersifat subsistem. Meskipun demikian (pola hidup 
subsistem), berkaitan pemasaran sudah ada dengan daerah urban yang lebih
 modern. Dalam hal ini, yang dikenal sebagai pedesaan adalah kumpulan 
rumah tangga petani yang secara tradisional mengambil keputusan 
keputusan produksi, konsumsi, dan investasi. Di sektor perkotaan 
kegiatan yang sama dilakukan oleh lembaga perusahaan dan rumah tangga 
secara terpisah dengan tujuan memaksimumkan penghasilan perusahaan.
Sumber :
