Senin, 07 November 2016

etika bisnis

Nama  : Savira Salsabila
Kelas   : 4EA13
Npm    : 18213322
Etika Bisnis
Royal Ahold merupakan salah satu perusahaan jasa ritel dan perusahaan pelayanan makanan terbesar. Pada tahun 1989, Ahold mengalami transisi dari perusahaan keluarga menjadi perusahaan profesional. Dalam menjalankan bisnisnya, royal ahold telah menjalankan etika bisnis. Royal ahold telah menjalankan prinsip otonomi yang merupakan salah satu prinsip dimana perusahaan mempunyai kesadaran akan kewajiban di dunia bisnis. Dalam bisnisnya, royal ahold telah menjalankan kewajibannya sebagai perusahaan dengan memberikan produk-produk dengan kualitas terbaik. Royal Ahold juga menerapkan prinsip saling menguntungkan dimana pada tahun 2001 Royal Ahold menghasilkan lebih dari 1000% tingkat pengembalian bagi para pemegang saham dan memiliki kapitalisasi pasar sebesar €30,6 miliar pada November 2001. Selain itu, Ahold juga melakukan akuisisi pada sejumlah perusahaan kecil yang mengalami kerugian besar. Royal Ahold pun menjalankan prinsip integritas moral yaitu Royal Ahold selalu menjaga hubungan baik dengan para investor hingga membuat Ahold menjadi yang terbaik di kelasnya dan Ahold dapat membentuk proses keyakinan pasar.
Pada tahun 2003, Ahold menderita krisis, pemegang saham kehilangan seluruh tingkat pengembalian yang dihasilkan sejak tahun 1989. Pada periode berikutnya, perusahaan mengalami kekacauan berupa kegagalan strategi, kecurangan akuntansi, penempakan profesional manajemen, dan pengajuan litigasi dari seluruh dunia. Kekacauan yang dialami oleh Ahold merupakan akibat dari tidak dijalankannya prinsip kejujuran dalam bisnisnya. Berdasarkan GAAP Belanda pada tahun 1990, goodwill yang dibeli dalam akuisisi langsung dibebankan kepada ekuitas dan tidak mempengaruhi laba. Sebaliknya, sampai tahun 2001, US GAAP diperlukan goodwill yang dikapitalisasi pada neraca dan diamortisasi melalui laporan laba rugi selama periode tidak melebihi 40 tahun. Ahold mengandalkan akuisisi tersebut untuk mencapai tujuan pertumbuhan 15% pendapatan tidak termasuk amortisasi goodwill.
Pada tahun 2002 dan 2003, perusahaan menghadapi tiga pelanggaran peraturan akuntansi: kewajiban kontrak tersembunyi, manipulasi melalui konsolidasi usaha patungan dan penipuan dengan vendor rabat. Ahold mengakui bahwa perusahaannya tidak secara transparan mengungkapkan secara signifikan neracanya terkait dengan usaha bersama. Deloitte dan Touche telah mendeteksi malasah pada US Food dan mengungkap skala masalah selama audit tahun 2002. Deloitte hanya ditunjukan surat dan menandatangani surat yang bahwa Ahold memiliki kontrol penuh atas usaha bersama tersebut. Kecurangan ini disebabkan oleh CEO Van Der Hoeven dan former CEO Michiel Meurs. CEO melakukan kecurangan keuangan dengan melebih-lebihkan laba lebih dari €1 miliar terutama di penjualan di US. Kecurangan ini dilakukan dari tahun 1999-2002.
Coso Framework
  • Control environment
Kepemilikan Ahold mengalami masa transisi dari perusahaan keluarga menjadi perusahaan manajemen profesional. Sebelum adanya penambahan manajemen profesional, keluarga heijn menggunakan semua sarana hukum untuk mempertahankan kendali perusahaan. Selain itu, pada Ahold tidak ditemukannya prinsip kejujuran sehingga menimbulkan potensi fraud yang dilakukan oleh pihak-pihak internal.
  • Risk assessment
Adanya perbedaan hasil antara strategi dan catatan keuangan antara di Belanda dan US GAAP (prinsip akuntansi secara umum) yang melaporkan laba meningkat namun disisi lain, tidak adanya informasi mengenai laporan keuangan tahunan Belanda. Pada risk assessment ini, manajemen profesional terlalu mengabaikan resiko sehingga tanpa disadari langkah yang mereka ambil dengan maksud untuk memperoleh keuntungan justru malah menyebabkan kerugian yang cukup besar hingga membuat perusahaan mengalami kepailitan.
  • Control Activities
Ahold melakukan analisis keuangan untuk mempertahankan permintaan untuk saham Ahold. Ahold membuat kebijakan dividen yang terdiri dari dividen pilihan yaitu dividen tunai atau dividen saham dari persentase yang telah ditetapkan oleh Ahold.
  • Information and communication
Dalam hal informasi dan komunikasi, ahold tidak transparan dalam mengkomunikasikan informasi terhadap para pemegang saham terkait dengan tanggung jawab internal control.
  • Monitoring
Tidak ada kebijakan mengenai internal control itu sendiri, sehingga hal ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak internal untuk melakukan fraud.