Selasa, 19 April 2016

korupsi indonesia

Berita tentang korupsi mungkin sudah sering kita dengar sehari-hari di surat kabar, televisi, radio, dan media publikasi lain. Maraknya kasus korupsi di Indonesia karena belum adanya tindakan atau hukuman tegas dari pemerintah yang dapat membuat para koruptor tidak lagi melakukan korupsi. Korupsi tidak hanya terjadi di kursi pemerintahan saja, melainkan hampir di seluruh aspek kehidupan masyarakat.
            Korupsi sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara, perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Korupsi berasal dari bahasa Belanda koruptie, yang berarti kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, penyuapan, penggelapan, kerakusan, amoralitas dan segala penyimpangan dari kebenaran. Pengertian tentang korupsi sangatlah banyak, mulai dari para ahli filosofi sampai tertulis di dalam UUD Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999.
            Para pelaku korupsi bukanlah orang-orang bodoh. Mereka adalah orang-orang berpendidikan yang dengan sengaja memanfaatkan jabatan dan ilmunya untuk mendapatkan keuntungan besar untuk dirinya sendiri.
Banyak alasan dan sebab mengapa mereka melakukan korupsi. Nafsu untuk hidup mewah dengan cepat, jiwa Pancasila yang belum mantap di setiap warga negara, pengawasan yang belum memadai, mental dan rasa keagamaan yang rendah, gaji atau pendapat yang rendah, dorongan keluarga, rasa malu yang rendah dan kesadaran hukum yang masih rendah.
Salah satu korupsi yang sangat parah adalah di dunia pendidikan. Banyak bangunan gedung sekolah yang sudah tidak layak huni masih dipakai untuk sekolah. Atap, dinding, kursi, bahkan meja pun banyak yang sudah tidak layak pakai. Contohnya keadaan sekolah dasar yang tidak jauh dari ibu kota Jakarta. Bangunan gedung sekolah yang hampir rubuh masih ada.
Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 4 bahwa negara memprioritaskan angggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Dengan kenaikan anggaran ini seharusnya juga diikuti dengan program yang tepat pula. Perluasaan akses dan pemerataan mutu pendidikan di level pendidikan dasar perlu diperhatikan oleh pemerintah. Pemerintah tidak cukup hanya mengejar mutu di level nasional dengan menggenjot target minimum untuk lulus ujian, membangun sekolah unggul dan mengandalkan sejumlah murid berprestasi di ajang nasional maupun internasional. Sekolah unggul dan siswa berprestasi hanyalah di titik-titik tertentu saja, namun kenyataannya di sebagian besar daerah, khususnya kawasan miskin dan terpencil, mutu pendidikan sangat rendah.
Dalam Pasal 31, antara lain disebutkan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Selain itu, pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban. Sederhananya, anak Indonesia tidak boleh lagi terhambat menempuh pendidikan dasar. Namun apa yang terjadi kenyataannya, masih banyak anak yang tidak dapat mengenyam bangku pendidikan karena masalah biaya.
Lalu bagaimana dengan bangunan gedung pendidikan di daerah miskin dan terpencil? Kemana larinya dana pendidikan itu? Bukankah gedung pendidikan juga merupakan hal yang fital di dunia pendidikan. Oleh karena itu perlunya peninjauan kembali tentang keadaan lapangan pendidikan di Indonesia untuk para pemerintah.
Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2011 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan KKN mengamalkan untuk mempercepat dan lebih menjamin efektifitas pemberantasan KKN sebagaimana diamalkan dalam TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang KKN, serta berbagai peraturan Undang-Undang yang terkait. Sehingga para KPK diberi perlindungan untuk secepatnya mngurus adanya tindak korupsi di Indonesia.

sumber :http://crhiry.blogspot.co.id/2012/10/contoh-artikel-korupsi-di-bidang.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar